BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Pengungkapan Diri
Dalam kehidupan sosial di masyarakat, individu seringkali
dirundung rasa curiga dan tidak percaya diri yang kuat sehingga tidak berani
menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada
orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk
diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih banyak memendam
berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk
ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis.
Hal yang menarik adalah mereka mengakui bahwa kondisi tersebut sangat tidak
nyaman dan cenderung membuat mereka dijauhi oleh rekan atau pun anggota
keluarganya sendiri. Meskipun di satu sisi mereka merasa ragu dan takut untuk
mengungkapkan diri, namun di sisi lain mereka merasa bahwa hal tersebut sangat
diperlukan untuk meringankan beban diri sendiri.
Menyikapi permasalahan diatas, maka
kita perlu mengetahui mengapa pengungkapan diri perlu dilakukan dan mengapa,
bagi sebagian individu, hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Pertanyaan
mendasar adalah mengapa kita harus memberitahu orang lain tentang diri kita
sendiri. Lalu bagaimana cara mengungkapkan diri secara tepat sehingga tidak
menimbulkan penyesalan bagi diri sendiri dan menambah beban bagi orang lain.
Dasar
Pemikiran
Pengungkapan diri atau "self disclosure" dapat diartikan sebagai pemberian
informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan
tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi,
pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi
dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata
lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu
topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik
saja.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa
seseorang perlu memberitahu orang lain tentang dirinya sendiri, maka hal
tersebut harus dilihat sebagai suatu siklus yang melibatkan 3 (tiga) hal yaitu
pengungkapan diri, hubungan persahabatan dan penerimaan terhadap diri sendiri.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
·
Merupakan suatu hal yang sangat baik jika anda mengatakan
kepada teman atau orang lain yang berinteraksi dengan anda bagaimana mereka dapat
mempengaruhi anda. Dengan mengungkapkan perasaan dan berbagi pengalaman maka
akan dapat semakin mempererat hubungan persahabatan.
·
Penerimaan teman atau orang lain akan memudahkan anda untuk
dapat menerima kondisi diri anda sendiri.
·
Karena anda sudah dapat menerima diri sendiri dan merasa
nyaman dengan kondisi tersebut, maka anda lebih mudah untuk mengungkapkan diri
sehingga hubungan dengan teman anda terasa lebih menyenangkan.
·
Dengan adanya berbagai masukan dari orang lain, rasa aman
yang tinggi, dan penerimaan terhadap diri, maka anda akan dapat melihat diri
sendiri secara lebih mendalam dan mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup.
Meski diakui bahwa pengungkapan diri
sangat penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan
untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam
mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor risiko yang akan diterimanya di
kemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan pada
diri sendiri. Risiko yang dimaksud dapat berupa bocornya informasi yang telah
diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi tersebut
dianggap sangat pribadi oleh si pemberi informasi, atau bisa juga informasi
yang disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat
mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik.
Selain itu pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru
akan menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor
pola asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak
mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan berbagi informasi maka individu
akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya mengapa
sebagian orang amat sulit berbagi informasi dengan orang lain, sekali pun
informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain.
Meskipun pengungkapan diri
mengandung risiko bagi si pelaku (pemberi informasi) namun para ahli psikologi
menganggap bahwa pengungkapan diri sangatlah penting. Hal ini dasarkan pada
pendapat yang mengatakan bahwa pengungkapan diri (yang dilakukan secara tepat)
merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan
bahwa individu yang mampu mengungkapkan diri secara tepat terbukti lebih mampu
menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten,
extrovert, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya terhadap
orang lain, lebih obyektif dan terbuka (David Johnson, 1981; dalam mentalhelp.net). Selain itu para ahli
psikologi juga meyakini bahwa berbagi informasi dengan orang lain dapat
meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah penyakit dan mengurangi masalah-masalah
psikologis yang menyangkut hubungan interpersonal. Dari segi komunikasi dan
pemberian bantuan kepada orang lain, salah satu cara yang dianggap paling tepat
dalam membantu orang lain untuk mengungkapkan diri adalah dengan mengungkapkan
diri kita kepada orang tersebut terlebih dahulu. Tanpa keberanian untuk
mengungkapan diri maka orang lain akan bertindak yang sama, sehingga tidak
tercapai komunikasi yang efektif.
Secara lebih lengkap manfaat-manfaat
dari pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut:
·
Meningkatkan kesadaran diri
(self-awareness).
Dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam
menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu,
orang lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui
berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh
empati dan jujur.
·
Membangun hubungan yang lebih
dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu
hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang lain akan
berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan timbul kepercayaan
dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang
sejati.
·
Mengembangkan keterampilan
berkomunikasi yang
memungkinkan seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain
secara jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi,
bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa yang
diharapkan.
·
Mengurangi rasa malu dan
meningkatkan penerimaan diri (self acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan besar
anda pun dapat menerima diri anda.
·
Memecahkan berbagai konflik dan
masalah interpersonal.
Jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb,
maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan
sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan.
·
Memperoleh energi tambahan dan
menjadi lebih spontan.
Harap diingat bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar
dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam
dan tidak riang. Dengan berbagi informasi hal-hal tersebut akan hilang atau
berkurang dengan sendirinya.
Meskipun
self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu senditri
ada batasnya. Artinya perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan
segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek
positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa keterbukaan ekstrim akan memberikan efek negative terhadap
hubungan. (Little john : 1939 : 161)[1]
B.
Teori
Kongruensi Osgood
Teori
Kongruensi merupakan teori khusus dari
teori keseimbangan Heider. Meskipun
mirip dengan teori keseimbangan, teori Kongruensi lebih berkenaan secara khusus
dengan sikap orang-orang terhadap sumber-sumber informasi dan objek-objek
pernyataan sumber. Teori kongruensi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
teori keseimbangan, diantaranya kemampuan untuk membuat prediksi tentang arah
dan tingkat perubahan sikap. Model kongruensi berasumsi bahwa “ kerangka
rujukan cenderung mengarah pada kelugasan maksimal. Karena penilaian-penilaian
ekstrem lebih mudah dibuat daripada disaring, maka penilaian cenderung bergerak
ke arah ekstrem, atau “tekanan yang terus menerus menuju polarisasi.” Selain maksimalisasi kelugasan ini, ada pula
asumsi bahwa identitas (kemiripan)
adalah tidak begitu kompleks dibandingkan diskriminasi perbedaan-perbedaan yang
halus (either-or thingking dan kategorisasi). Oleh karena itu, “konsep-konsep”
yang berkaitan dievaluasi dengan cara
serupa.
Dalam
paradigma kongruensi, seseorang (P)
menerima sebuah pernyataan dari suatu sumber (S), yang tentunya dia mempunyai
sikap terhadapnya, juga mempunyai sikap terhadap objek(O), dalam model Osgood, seberapa besar P menyukai S dan O
akan menentukan apakah terdapat keadaan kongruensi atau konsistensi.
Definisi
keseimbangan dan kongruensi adalah sama. inkongruensi ada ketika sikap terhadap
sumber dan objek adalah sama dan asersinya (penilaiannya) adalah negative, atau
ketika sikap terhadap sumber dan objek adalah berbeda dan asersinya positif.
Keadaan yang tidak seimbang mengandung satu atau semua relasi negative.
Ingkonruensi
tidak selalu menghasilkan perubahan sikap. Ada beberapa dasar atas keyakinan
bahwa banyak materi dimedia yang akan menghasilkan inkongkuensi pada diri
seseorang ternyata tidak demikian halnya. Dalam proses pemilihan focus
perhatian kita, kita bisa menolak pesan-pesan yang kita curigai tidak akan
sesuai dengan konsep kita tentang dunia- paparan selektif- atau mungki kita
hanya perlu memperhatikan bagian-bagian pasan yang sesuai dengan “kerangka
rujukan penting” kita- perhatian selektif.
C.
Teori Analisis Transaksional
Teori analisis transaksional merupakan
karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play.
Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori
analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan
dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis
transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang
mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada
proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun
dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun
nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara
mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa
yang dipertukarkan).
Dalam diri
setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap
dasar ego
yang mengacu
pada sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A.
neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga
sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).[2]
Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat ter1ihat dan terdengar dari
tindakan maupun tutur kata ataupun ucapan-ucapannya. Seperti tindakan
menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan
pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah sikap
yang nurturing parent (NP). Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang
suka menghardik, membentuk, menghukum, berprasangka, melarang, semuanya
disebut dengan sikap yang critical parent (CP).
Setiap orang juga menurut Berne
memiliki sikap orang dewasa. Sikap orang dewasa umumnya pragmatis dan realitas.
Mengambil kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Suka
bertanya, mencari atau menunjukkan fakta-fakta, bersifat rasional dan tidak
emosional, bersifat objektif dan sebagainya.
Sikap lain yang dimiliki juga adalah
sikap anak-anak. Dibedakan antara natural child (NC) yang ditunjukkan
dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif, memberontak. Sebaliknya yang bersifat
adapted child (AC) adalah mengeluh, ngambek, suka pamer, dan bermanja
diri.
Ketiga sikap itu ibarat rekaman yang
selalu diputar-putar bagai piringan hitam dan terus bernyanyi berulang-ulang di
saat dikehendaki dan dimungkinkan. Karenanya maka sering anda berkata : si
Pulan sangat dewasa; si Iteung kekanak-kanakan; atau si Ucok sok tua,
mengajari/menggurui.
Bagaimana cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap
orang? Berne mengajukan empat cara, yaitu:
1.
Melihat tingkah
laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah laku nonverbal
tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode simbolnya pada
setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di samping nonverbal juga
melalui verbal, misalnya pilihan kata. Seringkali (umumnya) tingkah laku
melalui komunikasi verbal dan nonverbal berbarengan.
2.
Mengamati
bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain. Dominasi satu sikap
dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui orang lain maka Pulan sangat
dikuasai oleh P dalam hal ini critical parent. Si Iteung suka ngambek
maka Iteung dikuasai oleh sikap anak. Si Ucok suka bertanya dan mencari
fakta-fakta atau latar belakang suatu kejadian maka ia dikuasai oieh sikap
dewasa.
3.
Mengingat
kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat terlihat
misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara berbicara,
gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya yang anda
kenaI.
4.
Mengecek
perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat
tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa,
ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang.
Berne juga mengemukakan terdapat
beberapa faktor yang menghambat terlaksananya transaksi antarpribadi, atau
keseimbangan ego sebagai sikap yang dimiliki seseorang itu. Terdapat dua
hambatan utama yaitu:
1.
Kontaminasi (contamination).
Kontaminasi merupakan pengaruh yang kuat dari salah satu sikap atau lebih
terhadap seseorang sehingga orang itu “berkurang” keseimbangannya.
2.
Eksklusif (exclusive);
penguasaan salah satu sikap atau lebih terlalu lama pada diri seseorang.
Misalnya sikap orang tua yang sangat mempengaruhi seseorang dalam satu waktu
yang lama sehingga orang itu terus menerus memberikan nasihat, melarang
perbuatan tertentu, mendorong dan menghardik.
Berne mengajukan tiga jenis transaksi antarpribadi yaitu:
transaksi komplementer, transaksi silang, dan transaksi tersembunyi.
1.
Transaksi
komplementer; jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi
antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka
pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam
jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap
yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun
komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak.
Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi transaksi yang
bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan yang sama
dalam suatu makna.
2.
Transaksi
silang; terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator tidak mendapat
respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang adalah
terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam memberikan makna pesan.
Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi kesalahpahaman
sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain
3.
Transaksi
tersembunyi; jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator dengan
komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap
tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi ditanggap lain
oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa terjadi jika ada 3
atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi
namun yang diungkapkan hanya sikap saja sedangkan 1 atau 2 lainnya tersembunyi.
Jika terjadi 3 sikap dasar sedangkan yang lainnya disembunyikan maka transaksi
itu disebut transaksi tersembunyi 1 segi (angular). Kalau yang terjadi ada 4
sikap dasar dan yang disembunyikan 2 sikap dasar disebut dengan dupleks.
Berne juga mengajukan rekomendasinya
untuk posisi dasar seseorang jika berkomunikasi antarpribadi secara efektif
dengan orang lain. Ada empat posisi yaitu :
1. Saya OK, kamu OK (I’m
OK., you’re OK)
2. Saya OK, kamu tidak OK (I’m
OK, you’re not OK)
3. Saya tidak OK, kamu OK (I’m
not OK, yo/ire OK)
4. Saya tidak OK,
kamu tidak OK (I’m not OK, you’re not OK).
DAFTAR PUSTAKA
Devito,
Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia
Kuliah Dasar Edisi Kelima. Jakarta : Professional Books.__________________________________________________
Mulyana,
Slamet. 19 Januari, 2009.
Analisis Tansaksional (Eric Berne). Just another WordPress.com weblog_______________________________________________
Papu, Johanes.
Jakarta, 07 Desember 2002. Pengungkapan
Diri.
www.google.com
Severin,
Werner J. dan James W. Tankard, Jr. 2007. Teori
Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta :
Kencana Predana Media Group.________________________________________________________________________
Bungin
Burhan. Sosiologi komunikasi, Jakarta, Kencana, 2007._________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar