A.
Pengertian Persepsi, Sosial, dan Persepsi Sosial.
Ø
persepsi
Persepsi adalah sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang
menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. Persepsi sosial individu
merupakan proses pencapaian pengetahuan
dan proses berpikir tentang orang lain, missal berdasar pada ciri-ciri
fisik, kualitas, bahkan pada kepribadiannya. Individu membangun gambaran tentang
orang lain dalam upaya menetapkan, memungkinkan, meramalkan, dan mampu
mengelola dunia sosialnya, apabila seseorang memiliki pengetahuan tentang
kecenderungan orang lain, ia akan mudah memahami perilaku orang itu di masa
lalu, masa sekarang, serta dimasa yang akan datang.
Persepsi
adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan
panca indera (Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat
tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir
dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri
individu.
Sabri (1993)
mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia
mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat
inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali
milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya. Proses persepsi terdiri dari tiga tahap
yaitu tahapan pertama terjadi pada pengideraan diorganisir berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga yaitu stimulasi pada penginderaan
diinterprestasikan dan dievaluasi.
Mar’at (1981)
mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal
dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru
dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses
kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang
kemudian ditafsirkan.
Ø Sosial
Konsep kita mengenai sosial
(masyarakat) pun mendasar bagi pemahaman diri kita sendiri. Sebagai contoh,
apakah masyarakat tempat kita hidup ini merupakan sebuah kebersamaan yang
penting membantu kita untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi tertentu, seperti
jaminan material sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Hobbes? Ataukah ada
kenyataan sosial yang lebih mendasar yang lebih masuk ke dalam hakikat kita
yang terdalam sebagai manusia, sebagaimana dikatakan oleh Karl Marx dan Emile
Durkheim bagi kita? Dengan kata-kata Aristoteles, manusia adalah seekor hewan
sosial, yakni bahwa ia tidak bisa hidup terus di luar sebuah kelompok sosial,
tetapi apakah kita tergantung pada masyarakat kira hanya sebagai sebuah
dukungan dari luar untuk pemeliharaan kehidupan pribadi kita, ataukah kita
tidak memiliki kehidupan sejati lepas dari hubungan-hubungan sosial kita?
Bagaimanapun kita menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, citra yang kita miliki
mengenai diri kita sendiri tidak dapat dipisahkan dari gambaran yang kita
miliki mengenai masyarakat ataupun sosial. (Campbell, 1994: 7).
Istilah sosial
(social dalam bahasa Inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang berbeda-beda,
misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan istilah Departemen sosial,
jelas kedua-duanya menunjukkan makna yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto
(1986: 11), apabila istilah sosial pada ilmu sosial menunjukkan pada objeknya,
yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu idiologi yang berpokok pada prinsip
pemilikan umum atas alat-alat produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi.
Ø Persepsi Sosial
Secara umum,
persepsi sosial atau persepsi interpersonal dapat didefinisikan sebagai suatu
proses pemahaman oleh seseorang terhadap orang lain atau proses pemahaman
seseorang terhadap suatu realistis sosial (Starbuck & Mezias, 1996).
Dalam
wacana yang lebih khusus, Baron dab Byrne (2004) menjelaskan bahwa persepsi
sosial adalah usaha-usaha seseorang untuk memahami orang lain, dalam rangka
memperoleh gambaran menyeluruh tentang intensi, kepribadian, dan motif-motif
yang melingkupi diri orang lain tersebut.
Robbins
(1989), yang mengemukakan bahwa persepsi sosial adalah proses dalam diri
seseorang yang menunjukkan organisasi dan interpretasi terhadap kesan-kesan
inderawi, dalam usaha untuk memberi makna terhadap orang lain sebagai objek
persepsi.
B.
Persepsi Sosial dan Memori
Sebagai upaya
memahami keseluruhan gambaran komprehensif tentang diri orang lain, dalam
proses pembentukan persepsi, seseorang mendayagunakan segenap informasi yang
dimiliki untuk membentuk kesan-kesan (impressions) tentang orang lain (Stephan
& Stephan, 1990).
Dalam
proses persepsi seseorang, memori akan merinci masukan (input) stimulus dalam
usaha menemukan ciri-ciri tertentu yang sesuai dengan spesifikasi suatu konsep.
Dalam proses persepsi itu terjadi organisasi ciri-ciri utama yang bersifat
teratur, dampak gema (halo effect), efek awal (primacy effect), dan efek akhir
(recency effect), serta kualitas orang yang dipersepsi.
Ciri-ciri
utama yang teratur adalah ciri-ciri yang dimiliki individu yang dapat
dievaluasi orang lain. Contoh ciri-ciri utama yang teratur adalah kecerdasan,
keterampilan, kerajinan atau keakraban. Selain banyak ciri-ciri di atas, proses
memori juga memberikan pengaruh kuat terhadap persepsi sosial seseorang. Banyak
penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa individu-individu memiliki
kecenderungan lebih peka pada stimulus-stimulus tertentu daripada stimulus yang
lain. Aktivitas memori memiliki kecenderungan mengacu pada proses penyimpanan
sesuatu yang pernah dialami dan dipelajari, serta pemanggilannya apabila diperlukan
dalam suaktu dan kondisi tertentu.
Apabila
individu mengingat suatu informasi maka terdapat tiga tahap proses memori.
Tahap pertama adalah pengkodean, tahap kedua adalah tahap penyimpanan, tahap
ketiga adalah pemanggilan informasi.
C.
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial
Robbin (1989)
mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang memberi pengaruh
terhadap pembentukan persepsi sosial seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
penerima (the perceiver), situasi (the situation), dan objek
sasaran (the target).
1.
Faktor Penerima
Pemahaman
sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik
kepribadian seorang pengamat. Diantara karakteristik kepribadian utama itu
adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan
harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.
Seseorang
yang memiliki konsep diri (self concept) tinggi dan selalu merasa diri secara
mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan
yang bersifat positif dan optimistic, dibandingkan seseorang yang memiliki
konsep diri rendah. Orang yang memegang nilai dan sikap otoritarian tentu akan
memiliki persepsi sosial yang berbeda dengan orang yang memegang nilai dan
sikap liberal. Pengalaman di masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga
menentukan pembentukan persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberi
semacam kerangka dalam diri seseorang untuk melakukan penilaian terhadap orang
lain kea rah tertentu.
2.
Faktor Situasi
Pengaruh
faktor situasi dalam proses persepsi sosial dapat dipilah menjadi tiga, yaitu:
ü Seleksi
Seseorang
akan lebih memusatkan perhatiannya pada objek-objek yang dianggap lebih
disukai, ketimbang objek-objek yang tidak disukainya. Proses kognitif ini
disebut dengan seleksi informasi tentang keberadaan suatu objek, baik yang
bersifat fisik maupun sosial.
ü Kesamaan
Kesamaan
adalah kecenderungan dalam proses presepsi sosial untuk mengklasifikasikan
orang-orang ke dalam suatu katagori yang kurang lebih sama. Seperti berlatar
belakang jenis kelamin, status sosial, dan etnik.
ü Organisasi
Dalam
proses persepsi sosial, individu cenderung untuk memahami orang lain sebagai
objek persepsi ke dalam sistem yang bersifat logis, teratur, dan runtun.
Pemahaman sistematik semacam itu biasa disebut dengan organisasi perceptual.
Para ahli psikologi sosial memandang situasi sebagai keseluruhan
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku individu pada ruang dan waktu tertentu.
Definisi situasi adalah makna yang diberikan individu terhadap
suatu keadaan atau interpretasi individu terhadap faktor-faktor sosial yang
ditemui pada ruang dan waktu tertentu. Para ahli sosiologi menyimpulkan bahwa
apabila manusia mendefinisikan situasi sebagai sesuatu yang bersifat nyata,
maka itu akan menjadi nyata dalam konsekuensi perilakunya.
3.
Faktor Objek
Dalam
persepsi sosial secara khusus, objek yang diamati itu adalah orang lain. Ada
empat ciri yang terdapat dalam diri objek yang dapat memberi pengaruh terhadap
terbentuknya persepsi sosial, yaitu:
J Keunikan
Ciri-ciri
unik yang terdapat dalam diri seseorang adalah salah satu unsur penting yang
menyebabkan orang lain merasa tertarik untuk memusatkan perhatiannya.
J Kekontrasan
Seseorang
akan lebih mudah dipersepsi orang lain terutama apabila ia memiliki karakteristik
berbeda disbanding lingkungan fisik maupun sosialnya.
J Ukuran dan intensitas yang terdapat dalam diri objek
Dalam
konteks ini, seorang Miss world dengan ukuran fisik tertentu dan wajah cantik
akan lebih mudah menmbulkan kesan pada orang lain ketimbang apabila seseorang
melihat gadis-gadis pada umumna.
J Kedekatan (proximity) objek dengan latar belakang sosial orang
lain.
Orang-orang
dalam suatu departemen tertentu akan cenderung untuk diklasifikasikan sebagai
memiliki ciri-ciri yang sama karena hubungan yang dekat di antara mereka.
D.
Pengaruh Persepsi Sosial terhadap Perilaku Sosial
Dalam
memperlajari perilaku sosial pada lingkungan interaksi sosial, persepsi sosial
menjadi penting karena perilaku seseorang sering kali relavan untuk dijelaskan
melalui penelaahan deskriptip terhadap persepsi sosial seseorang terhadap
hubungan sosial itu atau secara khusus terhadap orang lain yang menjadi rekan
interaksi dalam hubungan itu. Pengetahuan akurat tentang orang lain akan sangat
berguna untuk mengatur hubungan saling interaksi diantara mereka, baik dimasa
kini maupun dimasa mendatang. Dalam hubungan sosial, persepsi sosial dapat
dijadikan sebagai kerangka berpikir untuk mempermudah dan mengatur hubungan
seseorang dengan orang lain.
Persepsi
sosial sebagai suatu gambaran penyederhanaan kesimpulan tentang orang lain,
terkadang juga dapat menimbulkan masalah-masalah dengan kesalahan persepsi.
Masalah-masalah yang sering dihubungkan dengan kesalahan persepsi sosial adalah
streotip dan tampak gema (halo effect). Streotip adalah generalisasi tentang
karakteristik umum suatu kelas atau kelompok individu. Dampak negatif persepsi
yang termuat di dalam streotip adalah perlakuan kepada orang lain oleh seorang
individu ke dalam suatu klasifikasi yang bersifat sempit. Pandangan streotip
misalnya adalah persepsi streotip Adi tentang teman kerja wanitanya yang
bernama Ani. Oleh Adi, Ani dipandang memiliki ciri-ciri wanita pada umumnya
yang dianggap bersifat emosional, lamban, dan cerewet.
Dalam
kerangka psikologi sosial, dampak gema (halo effect) dapat didefinisikan
sebagai suatu kesimpulan tentang kesan umum individu terhadap ciri-ciri orang
lain pada suatu peristiwa yang secara logis juga berlaku untuk
peristiwa-peristiwa yang lain. Dampak gema itu adalah kesimpulan evaluative
berdasarkan peristiwa-peristiwa tertentu yang membawa pada konsekuensi
penilaian yang sama untuk keseluruhan peristiwa yang lain (Myers, 2002).
E.
Atribusi Sosial
Atribusi
merupakan salah satu konsep psikologi sosial yang paling dekat dengan aktivitas
itu. Atribusi adalah proses yang menggambarkan cara individu menjelaskan,
menginterpretasi, dan mengambil kesimpulan terhadap peristiwa-peristiwa yang
berhubungan dengan dirinya maupu peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan orang
lain. Ahli psikologi sosial Fritz Heider (Zanden, 1984) mengemukakan bahwa
atribusi menggambarkan pengaturan aliran informasi-informasi yang
berkesinambungan yang diperoleh dari dunia ke dalam suatu unit yang bermakna.
Salah
satu jenis atribusi adalah atribusi kausalitas. Atribusi kausalitas adalah
atribusi tentang hubungan sebab akibat terhadap dua peristiwa. Secara spesifik,
atribusi sosial adalah cara seseorang dalam melakukan proses persepsi dan
interpretasi terhadap sebab-sebab prilaku yang dilakukan oleh orang lain.
Atribusi diterapkan dalam tiga wilayah penting. Pertama, persepsi
seseorang tentang apa dan siapa yang menyebabkan timbulnya suatu prilaku atau
pristiwa khusus. Kedua, penilaian seseorang terhadap tanggung jawab,
atas terjadinya suatu pristiwa atau prilaku tertentu. Ketiga, penilaian
terhadap kualitas kepribadian individu-individu yang terlibat dalam pristiwa
atau prilaku tertentu (Umstot, 1988).
Beberapa
pakar psikologi sosial, khususnya pakar teori atribusi sosial, seperti seperti Kelley
(Zanden, 1984) mengemukakan bahwa atribusi sosial memiliki beberapa fungsi
dalam hidup interaksi sosial, yaitu:
1.
Mamudahkan
manusia untuk memandang hidup melalui sudut tinjaun yang lebih deterministik.
2.
Seseorang
dapat memperkirakan hubungan sebab akibat sebagai suatu pola dari berbagai
peristiwa atau prilaku yang memiliki pola yang serupa.
3.
Untuk
melindungi, menjaga, dan memperluas keyakinan yang dimiliki oleh seseorang
tentang dirinya sendiri.
4.
Membantu
proses pembentukan prilaku individu.
BAB
III
SIMPULAN
Berdasarkan
pada uraian deskripsi tentang aspek-aspek yang terkandung dalam pembahasan
persepsi sosial, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan penting. Beberapa
kesimpulan itu dapat dirinci sebagai berikut.
Pertama,
persepsi sosial adalah suatu proses pemahaman oleh seseorang terhadap orang
lain atau terhadap orang lain atau terhadap suatu realitas sosial.
Kedua,
terdapat beberapa faktor utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan
persepsi sosial seseorang, yaitu faktor penerima (the perceiver), sasaran (the
target), dan situasi (the situation).
Ketiga,
dalam hubungan sosial, persepsi sosial dapat dijadikan sebagai kerangka
berpikir untuk mempermudah dan mengatur hubungan seseorang dengan orang lain.
Keempat,
secara spesifik, atribusi sosial adalah cara seseorang dalam melakukan proses
dalam melakukan proses persepsi dan interpretasi terhadap sebab-sebab prilaku
yang dilakukan oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Dadang
Supardan. Pengantar Ilmu Sosial, Bumi Aksara, Jakarta, 2008.______________________
Fattah
Hanurawan. Psikologi Sosial, ROSDA, Bandung,
2010.____________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar